Hantu Itu Bernama Cinta Sejati


Perempuan datang atas nama cinta.
Bunda pergi karena cinta.
Digenangi air racun jingga dalam wajahmu.
Seperti bulan lelap tidur di hatimu.
Yang berdinding kelam dan kedinginan.
Ada apa dengannya? Meninggalkan hati untuk dicaci.
Lalu sekali ini aku lihat kaca surga dari mata seorang hawa.
Ada apa dengan Cinta? Tapi aku pasti akan kembali. Dalam satu purnama.
Untuk mempertanyakan kembali cintanya. Bukan untuknya... Bukan untuk siapa...
Tapi untukku. Karena aku ingin kamu... Itu saja...!
(Rangga dalam “Ada Apa Dengan Cinta”)


Berbicara cinta, saya jadi teringat apa yang pernah ditulis oleh teman saya yang sekarang sedang menempuh program magisternya di salah satu Universitas di Malaysia. Cinta, barangkali memang tak akan pernah berhenti untuk terus dibicarakan. Ada teman saya yang sangat memuja-muja cinta, ada yang sangat antipati terhadapnya lantaran cintanya pernah ditolak. Well, cinta masih menyisakan bertriliun-triliun tanda tanya.

It’s oke! Kita sepakati saja bahwa cinta memang unik, kadang terlalu rumit untuk disederhanakan, juga terlalu sederhana untuk dirumitkan. Cinta tak pernah kering untuk dijadikan tinta para penulis. Cinta tak akan habis untuk dijadikan ruang imajinasi. Love is everything! Bahkan, teman saya yang sedang kuliah S2 di negeri Jiran itu menulis dalam catatan perjalanannya, bahwa cinta sejati itu tidak lain adalah hantu. Dengan bahasa yang stimulatif, ia menulis : “Hantu itu adalah Cinta Sejati”. Berikut ini saya tuliskan kembali catatan perjalanannya.


Apakah itu cinta?

Cinta memang sebuah misteri. Semakin banyak orang membicarakan dan membahasnya, justru cinta semakin menyisakan problem yang tak terselesaikan dan meninggalkan misteri yang tak terungkapkan. Terus, apa itu cinta? Mungkin saja ada di antara kamus yang mendefinisikannya. Webster, misalnya, mendefinisikan cinta dengan simpati emosional yang terlahir dari akal dan dibangkitkan oleh keindahan serta respek terhadap bentuk apapun. Namun demikian, definisi-definisi yang diutarakan para peneliti cinta tak kan dapat menggambarkan cinta yang sesungguhnya. Cinta adalah emosi dan perasaan, dan setiap manusia hidup dengan emosi dan perasaannya masing-masing. Karena itu, setiap manusia mempunyai gambaran dan “rasa” yang berbeda akan cintanya.

Cinta merupakan aspek emosional yang paling nyata dan membuat hati senatiasa hidup dan bergerak. Ia merupakan penggerak dan pendorong dari setiap nilai amal perbuatan dan tingkah laku, baik secara kwalitas maupun kwantitas. Namun demikian, cinta bersama jiwa tidak hanya naik menuju puncak positif tertinggi, tapi juga bisa turun hingga dasar kehinaan yang terendah. Aspek inilah sebenarnya yang harus diwaspadai dari peran naluri dan perasaan terkuat ini ketika benih-benih kesuciannya telah tumbuh dan mekar dalam hati. Memasuki dunia cinta bagai menyentuh tongkat sihir yang dengannya seseorang dapat melakukan apa saja, dan bahkan dapat pula terhipnotis olehnya.

Apakah itu cinta sejati?

The true love is like ghost.
Almost all people speak it but only has view of them ever really discovered it.
Cinta sejati ibarat hantu.
Hampir semua orang membicarakannya,
tapi hanya sedikit yang pernah benar-benar menjumpainya.


Terlalu banyak model dan nama cinta di dunia ini. Ada cinta monyet, cinta pertama, cinta sesaat dan cinta-cinta yang lainnya. Ada cinta guru sama muridnya, cinta kiai terhadap santrinya, orang tua terhadap anaknya, seseorang terhadap sahabat, kekasih, kampung halaman, negara, Tuhan dan yang lainnya. Aspek emosional yang dinamakan cinta ini telah banyak mengisi ruang hidup manusia sepanjang masa. Di antara apa yang dinamakan cinta, ternyata sampai saat ini sangat sulit untuk membedakan antara cinta dan sekedar rasa ingin menguasai, padahal cinta sebenarnya sangat jauh dari perasaan ini. Seorang guru yang mencintai muridnya bukan dengan melarang dia mempelajari hal-hal yang tidak disukai sang guru tersebut. Cinta kiai terhadap santrinya bukan dengan melarang si santri mencari ilmu yang lebih tinggi di lembaga atau pesantren yang lain. Cinta seseorang terhadap kekasihnya bukan dengan keinginan untuk melihat sang kekasih selalu melakukan apa yang disukainya tanpa adanya timbal-balik di antara keduanya. Bahkan, cinta hamba terhadap Tuhannya bukan dengan menuntut apa yang disukainya selalu dikabulkan oleh sang Tuhan.

Emosi “atas nama cinta” ini sebenarnya sangat jauh dari cinta. Perasaan ini hanya menganggap apa yang “dicintainya” sebagai cermin. Ia bukan pencinta, tapi hanya seorang egois yang mementingkan dirinya sendiri dan berharap dapat menemukan apa yang terbaik untuknya dalam diri orang lain. Lalu seperti apa dan di manakah cinta sejati? Masih adakah cinta sejati di dunia yang selalu mengatasnamakan segala sesuatu dengan cinta ini? Cinta sejati ibarat hantu. Proverb ini menjadi gambaran sulitnya menemukan cinta sejati, terutama di kalangan remaja yang semuanya masih serba labil dan emosional. Namun demikian, yang paling bisa menjawab apakah perasaan yang dimilikinya adalah cinta sejati atau bukan hanyalah sang pencinta itu sendiri. Maka, kini saatnya untuk jujur pada diri sendiri tentang cinta yang bersemayam di hati.

Cinta sejati terletak di antara harapan dan kekhawatiran. Harapan adalah hal yang diinginkan dari yang dicintai, dan kekhawatiran adalah rasa waswas yang senantiasa menghantui sang pencinta jikalau dirinya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan sang kekasih. Jika dianalogikan pada seekor burung, cinta adalah kepala serta harapan dan kekhawatiran adalah kedua sayapnya. Jika kedua sayap tersebut sehat, maka sang burung akan terbang dengan baik menuju tempat yang dituju. Namun, jika kepala terpotong maka kedua sayap itupun akan mati. Jika kedua sayap tersebut tidak ada, maka sang burungpun akan menjadi tangkapan empuk setiap pemburu. Kedua perasaan itu senantiasa mengikuti dan menerbangkan sang pencinta mengikuti kepala sebagai inspiratornya.

Rindu dan Cemburu?

Antara sahabat dan kekasih hanya dibatasi oleh tabir yang sangat tipis.
Tapi, lebih tipis lagi tabir yang membatasi
antara kekasih dan musuh.

Rindu dan cemburu adalah dua hal yang selalu disandingkan dan diidentikkan dengan cinta? Rindu dan cemburu melekat begitu saja dan datangnya pun tiba-tiba. Pada dasarnya, rindu dan cemburu merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari cinta. Rindu tanpa cinta adalah kebohongan dan cinta tanpa rindu adalah kebodohan. Rindu pasti punya sasaran sehingga tidak mungkin seseorang rindu pada sesuatu yang tidak jelas; seperti rindu orang tua, kekasih, kampung halaman dan sebagainya. Kerinduan hanya dimungkinkan apabila kita mencintainya. Jika seseorang mencintai sesuatu tanpa pernah merindukannya, maka itu merupakan kehampaan. Karena itu, jika ada seseorang yang mengaku cinta dengan tidak memiliki rindu, maka hanya ada dua kemungkinan; dia sama sekali tidak mencintai, atau dia hanyalah pembohong besar yang mencoba mengelabui dunia dengan mengatakan memiliki cinta.

Kerinduan biasanya hadir ketika seseorang merasa sendiri, dan kesendirian bisa muncul ketika ia merasa terasing dari dunia ramai, meskipun di sekelilingnya terdapat ribuan bahkan jutaan orang. Dalam keadaan inilah jiwa kita membutuhkan tempat untuk berlabuh. Sedangkan cemburu, ia adalah pembatas yang terdapat di antara cinta dan kebencian. Rindu dan cemburu merupakan fitrah manusia yang menjadi semacam humus yang dapat menyuburkan taman hati dan mengekalkan cinta dalam jiwa. Cinta tanpa rindu dan cemburu (tapi jangan berlebihan lho...!) bisa kehilangan arah dan hanya menjadi semacam ritual yang kering makna.

Itulah rindu dan cemburu yang menjadi semacam signal akan adanya cinta dan cinta sejati. Cinta adalah semangat hidup dan kehidupan. Cinta adalah nafas jiwa. Dengan cinta manusia lemah bisa menjadi kuat, dan yang kuat bisa menjadi lemah. Tidak ada pengecualian dalam cinta. Sang Rocker pun akan melinangkan air mata kala dia merasakan kerinduan yang mendalam, karena Rocker Juga Manusia.
(Bahauddin Amyasi/ dari teman di Malaysia)


2 Comments

  1. Saya pikir cinta sejati memang sulit, sehingga diibaratkan sama seperti hantu. Tetapi, tetap ada cinta sejati itu, seperti cinta seorang Ibu pada Anaknya ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Previous Post Next Post