Dulu, saya sering berfikir bahwa menjadi orang yang benar-benar jadi orang teramat mudah. Hari berganti hari, sementara apa yang kucari tak kunjung hadir. Lantas, ada semacam skeptisisme yang tiba-tiba menggelayut pedih paa liang-liang diri. Ah, saya lagi-lagi berfikir, bahwa sebenarnya kita tidak pernah benar-benar mencari-cari.
Maka, sebelum nujuman burung gagak yang kemudian menerka nasib buruk untukku datang menjemput, saya pergi berlari, meninggalkan sepercik matahari. Tapi, lagi-lagi saya berfikir, kita tidak pernah benar-benar pergi. Kita hanyalah memindah-mindah titik, tapi tidak benar-benar memilih nasib. Ah, persetan dengan nasib! Nasib hanyalah pseudo hidup yang terangkai seperti jaring laba-laba di sudut dunia.
Tapi, bukankah setiap kita punya nasib? Dan, bukankah setiap nasib memiliki dunianya masing-masing? Saya jadi teringat film The Last Samurai dalam TRANS TV Box Office. Ketika itu sang panglima perang sedang berada di tengah kepungan musuh. Hanya tinggal berdua dengan temannya. Di sampingnya mayat prajurit terkapar bergelimpangan. Ah, panglima itu masih menatap sekeliling. Pandangannya begitu nanar. Seolah terpisah pergi jauh antara jiwa dan raganya. Bendera telah dikibarkan. Genderang menang pihak musuh telah bergemuruh.
Dengan segenap kekuatan yang tersisa, sang teman bertanya pada Panglima, "apakah kau yakin manusia mampu mengubah nasibnya?" Pertanyaan menohok. Tepat ketika keputus asaan telah menjadi kepastian. Ketika ketakberdayaan menjadi keniscayaan.
"Ya, manusia harus berusaha semampunya, hingga ia tahu nasibnya sendiri ..."
Segalanya telah berkahir. Tak ada lagi peperangan.
Tinggal sunyi yang bernyanyi. Tinggal rindu yang kian pilu.
Ah, ku ingin menikamti sepotong sajak dulu ....
Sajak Rindu
Pernahkah kau bayangkan
Rangkaian mimpi yang kupahat di temaram langit
Adalah wujud rinduku yang luruh dalam hening
Dan tenggelam dalam kerik jengkerik di beranda
Pernahkah kau bayangkan
Disetiap rentang waktu yang riuh
dimana kurekat erat binar matamu
Selalu kutitipkan harap disana
Dalam desau angin dan desir gerimis senja
Pernahkah kau bayangkan
Pada kelopak mawar disudut taman
Dan jernih embun yang menitik diatasnya
Kusimpan gigil gairahku yang membara padamu
Disetiap tarikan nafas
saat kulukis paras purnamamu di kanvas hatiku
Post a Comment