Ibu, Sungguh Aku Menyayangimu

Spesial untuk Ibuku di rumah (nun jauh di ujung timur pulau Madura)

Prolog
Kalau aku merantau
Lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur pun kering
Dedaunan pun gugur bersama reranting
Hanya mata air, air matamu ibu
Yang tetap lancar mengalir
………*)


Boleh jadi perayaan hari ibu telah terlaksana tiap tahun. Boleh jadi ia dirayakan dengan segala macam atribut, aksesoris dan sederetan bentuk manifestasi dan apresiasi yang ditampilkan. Boleh jadi, ya boleh jadi ia akan terus didingat dan dirayakan dengan frame apapun yang diinginkan. Dan, boleh jadi ia telah kita anggap tercapai dari aspek ritualitas-artifisial, tetapi tidak pernah menyentuh sisi esensial.

Hari ibu, sejatinya adalah upaya reaktualisasi penghayatan seorang anak pada Ibunya. Semacam penyegaran kesadaran kembali, bahwa kita memiliki seorang ibu yang mesti kita hormati dan santuni dengan sebaik-baiknya. Ibu yang selama ini barangkali telah kita abaikan lantaran urusan bisnis yang berjibun, misalnya. Maka, merujuk pada pemaknaan demikian, Hari Ibu sebenarnya adalah rekonseptualisasi dari sabda Rasulullah tentang kewajiban memuliakan seorang ibu. Dalam terminology Islam, kedudukan seorang Ibu lebih tinggi tiga kali lipat dibanding seorang ayah.

Sekilas Tentang Sejarah Hari Ibu

Merunut perayaan Hari Ibu dari sisi historisitas, dalam catatan sejarah, ia lahir dan berawal dari peringatan musim semi bagi masyarakat Yunani kuno untuk menghormati Rhea, ibunda para dewa. Setelah itu pada abad ke-16, bangsa Inggris memperingati hari yang mereka sebut “Mothering Sunday”, untuk menghormati para ibu. Pada masa itu, banyak kaum miskin di Inggris bekerja sebagai pelayan dan pembantu rumah tangga bagi orang-orang kaya. Sebagian besar bekerja jauh dari tempat tinggalnya, jadi para pelayan itu tinggal di rumah majikannya. Pada hari Mothering Sunday itu, para pelayan tadi diperkenankan untuk berlibur dan dihimbau untuk pulang ke rumahnya masing-masing dan meluangkan waktu bersama ibu mereka. Sebuah kue khusus yang disebut mothering cake sering disajikan dalam peringatan ini sebagai tanda penghargaan bagi para ibu.

Kemudian, ketika agama Kristen tersebar di seluruh Eropa, peringatan hari ibu berubah dengan menghormati Mother Church, yang dianggap sebagai sumber kehidupan yang melindungi mereka dari kelaliman. Maka, festival di gereja setelah itu bercampur dengan peringatan Mothering Sunday, dan sejak itu masyarakat menghormati ibu mereka sama halnya dengan menghormati gereja.

Hari Ibu di Berbagai Negara

Puspita Sariwati, dalam www.voanews.com menyebutkan, Jika di Indonesia, Hari Ibu diperingati tanggal 22 Desember, di Amerika jatuh pada minggu kedua bulan Mei. Sekitar sebulan sebelumnya, hampir semua iklan baik di radio, televisi maupun media cetak mengingatkan kita datangnya Hari Ibu. Tentu saja sebagian besar untuk tujuan komersial, menjajakan produk dan barang dagangannya untuk hadiah bagi sang ibu, tanpa menghayati arti Hari Ibu itu sendiri.

Peringatan Hari Ibu di Amerika pertama kali diusulkan pada tahun 1872 oleh Julia Ward Howe, penulis lirik lagu “The Battle Hymn of the Republic” yang ditujukan untuk kedamaian. Tiap tahun, Howe mengurus pertemuan Hari Ibu di Boston, Massachusetts. Pada tahun 1907, Ana Jarvis asal Philadelphia, mulai mengkampanyekan agar Hari Ibu diakui secara resmi. Jarvis berupaya membujuk seorang ibu di gereja di West Virginia untuk memperingati dua tahun kematian ibunya, pada minggu kedua bulan Mei. Tahun berikutnya, Hari Ibu juga diperingati di Philadelphia pada minggu dan bulan yang sama.

Jarvis dan para pendukungnya mulai menulis surat kepada menteri-menteri, pengusaha dan politisi untuk meminta pengesahan Hari Ibu nasional. Pada tahun 1911, usahanya berhasil dan sejak itu, Hari Ibu diperingati di hampir seluruh negara bagian Amerika. Presiden Woodraw Wilson pada tahun 1914 mengumumkan secara resmi Hari Ibu sebagai hari libur nasional yang diperingati tiap minggu kedua bulan Mei. Banyak negara lain juga memperingati Hari Ibu pada hari yang berbeda, namun negara-negara seperti Denmark, Finlandia, Belgia, Itali, Australia, dan Turki merayakannya pada hari yang sama dengan Amerika. Pada Hari Ibu, banyak warga Amerika mengajak ibu dan atau isteri mereka makan siang atau makan malam bersama. Sebagian besar rumah makan dipenuhi oleh mereka yang enggan masak di rumah. Bagi mereka yang suka masak dan tinggal di rumah saja, mereka memasak untuk ibu atau isteri mereka hari itu. Memanjakan dan menghormati kaum perempuan pada umumnya, dan ibu pada khususnya sebagai suatu balas jasa mereka yang bekerja keras tiap hari untuk keluarga, suami dan anak-anaknya.

Kisah Seorang Ibu yang Buta Sebelah Mata




Jika anda memasukkan keyword di browser seperti Google dengan sub judul di atas, maka paling tidak anda akan mendapatkan sekitar 179.000 tulisan yang berhubungan dengan kisah tersebut. Lain lagi jika anda menggunakan keyword “hari ibu”, maka angka yang diperoleh lebih tinggi, yakni kurang lebih sekitar 15.400.000. Ya, betapa pentingnya eksistensi seorang Ibu bagi manusia.

Akan tetapi, saya tidak akan berbicara tentang persoalan keyword dan tetek bengeknya. Pasca momentum hari Ibu ini, saya akan menceritakan kisah seorang Ibu yang buta sebelah mata. Bagi anda yang sudah pernah membaca, abaikan saja. Bagi anda yang belum, semoga kisah ini bermanfaat dan menyuguhkan kesdaran baru di hati kita. Kisah ini pertama kali saya baca di blonya Kang Rohman. Dan, ketika teringat perayaan Hari Ibu, ada keinginan untuk menuliskannya kembali di blog ini. Berikut kisahnya.

Ibuku hanya punya satu mata, aku benci dia… dia begitu memalukanku. Dia memasak untuk murid dan guru guna mencukupi kebutuhan keluargaku. Suatu hari saat aku di sekolah dasar, ibu mendatangiku dan mengucap salam padaku, aku begitu malu saat itu, bagaimana dia bisa melakukan itu padaku di depan teman-temanku?! Aku abaikan dia dan melemparkan pandangan benci padanya sambil berlari. Esok harinya, salah seorang teman kelasku mengejekku dengan mengatakan ” Eeee, ibumu hanya punya satu mata…! ” Aku malu sekali dan ingin mati rasanya, aku juga ingin ibuku pergi dari kehidupanku. Aku bertengkar hebat dengan ibuku dan kukatakan padanya kalau ibu hanya jadi sumber bahan tertawaaan teman-temanku, mengapa ibu tak mati sa ! Ibu tak menjawab … !!!

Aku sama sekali tak mau berpikir tentang apa yang kukatakan , karena aku sangat marah padanya, aku tak perdulikan apapun perasaan dia, aku ingin keluar dari rumah itu … !! jadi aku belajar dengan keras agar aku mendapat kesempatan belajar di luar negeri, kemudian aku menikah, ku beli rumah. Aku punya anak dan aku hidup bahagia.

Suatu waktu ibu mengunjungiku. Dia bertahun-tahun tak melihatku dan bahkan belum pernah bertemu cucu-cucunya. Ketika ibu berdiri di depan pintu, anak-anakku mentertawakannya. Aku berteriak padanya ” Betapa beraninya kamu datang kerumahku, dan menakut-nakuti anakku. PERGI DARI SINI SEKARANG !! ” Ibuku menjawab perlahan ” Maaf… saya salah alamat “. Dan diapun pergi.

Suatu waktu, ada undangan reuni di kirimkan ke rumahku, jadi aku berbohong pada istriku, ku katakan bahwa aku ada tugas ke luar kota. Usai reuni, aku mampir kekampungku untuk sekedar rasa ingin tahu. Salah seorang tetanggaku mengatakan bahwa ibuku telah meninggal dunia. Aku tak terharu atau meneteskan air mata … ! Tetanggaku itu menyerahkan sepucuk surat dari ibu untukku.

"Anakku tersayang, aku memikirkanmu setiap waktu. Maafkan aku datang ke rumahmu dan membuat takut anak-anakmu. Aku sangat gembira ketika ku dengar kau akan datang ke reuni, tapi sayangnya aku tak bisa bangkit dari tempat tidur untuk melihatmu. Maafkan aku yang membuat malu saat kita masih bersama. Ketahuilah anakku…. ketika kau masih kecil, kau mengalami kecelakaan yang membuatmu kehilangan matamu. Sebagai ibu, aku tak bisa berdiam diri membiarkanmu tumbuh dengan satu mata saja, jadi aku berikan satu mataku padamu. Aku sangat bangga pada anakku yang telah memperlihatkanku dunia baru untukku di tempatku, dengan mata itu. Bersama Cintaku …. Ibumu ….."


Epilog

Kisah di atas, sengaja aku tulis kembali untukmu, sahabatku…kisah yang membuat bulu kudukku bergidik ngeri. Ngeri membayangkan seorang ibu yang didurhakai anaknya sendiri, anak yang pernah dikandungnya sembilan bulan, anak yang telah rela membuat dirinya memberikan sebelah matanya hanya untuk kebehagiaan anaknya. Ah, ibu…betapa mulianya jiwamu. Betapa agungnya cintamu. Jika kisah di atas adalah fakta, biarlah ia hanya terjadi sekali saja. Semoga bukan kita….

Maka, nun jauh di ujung timur pulau Madura sana, Ibuku masih setia menantiku dalam doa-doa panjangnya. Mengalirkan derap-derap dzikir pada helai angin. Malam-malam yang lelah selalu dilaluinya dengan tabah. Embun kian merembes basah. Dan ibu masih terpekur di atas sajadah, memandangku dengan tatapan resah….

Ah, Ibu…maafkan segala khilafku ….

Smart Net
Jemur Wonosari, 25 Desember 2008


*) Note :
Puisi si atas adalah puisi penyair kondang kelahiran Sumenep, Madura, D. Zawawi Imron. Untuk melihat lebih lengkap silahkan lihat di sini. Anda juga bis mendownload puisi tersebut dalam bentuk audio (winamp media file). Beliau sendiri yang yang membacakan puisinya. Anda tinggal mengklik link download di bawah ini, mengextract-nya serta jangan lupa membaca Read Me-nya.

Download Puisi Ibu D. Zawawi Imron

1 Comments

Post a Comment

Previous Post Next Post