Barangkali sudah menjadi sunnatullah bahwa kemajemukan hadir dalam konstelasi kehidupan sebagai penyeimbang. Pluralitas adalah keniscayaan. Maka mengingkarinya sama dengan menentang kodrat kehidupan itu sendiri. Ada banyak keragaman yang muncul, baik agama, bahasa, ras, suku dan lainnya, yang harus kita sikapi secara bijak dan penuh toleran.
Itulah yang menjadi nalar dan narasi yang hendak dibangun oleh Arusdamai.Org sebagai promotor pelaksanaan International Islamic Youth Seminar bertema Unity in Diversity pada Senin (25/1) di gedung Self Access Center (SAC) IAIN Sunan Ampel (SA). Hadir pada seminar internasional ini Syaikh Faraz Rabbani yang menjadi pengajar di Razi Institute, Syaikh Sa'ad Al Attas dari Abu Zahra Foundation, dan Syaikh Ahmed Tijani Ben Omar dari Ghana. Dan terakhir adalah Zuhairi Misrawi alias Gus Mis, satu-satunya Nasa sumber yang dari Madura.
Arus Damai, sebagaimana disebutkan di situs resminya, memang memiliki misi menjalankan aktivitas pengembangan karakter generasi muda melalui seminar, workshop, pengajian keagamaan dan lain-lain demi melahirkan generasi muda yang mampu menjadi agent of change bagi penerapan nilai-nilai Islam yang menebarkan kasih sayang. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh gejala ekstrimisme dan kekerasan beragama di Indonesia yang telah menimbulkan keprihatinan bersama, yang kemudian menggerakkan Arus Damai untuk mengartikulasikan sebuah pemahaman Islam yang dinamis, pro aktif dan sesuai dengan dinamika generasi muda muslim.
Secara sederhana, seminar ini berusaha menjadi counter interpretation atas beragam insiden kekerasan atas nama agama yang marak terjadi belakangan ini. Agama, dalam konteks demikian, ditafsirkan dengan wajah yang garang dan menyeramkan. Agama tidak lagi menjadi penyejuk kedamaian, melainkan menjelma monster yang menghancurkan. Insiden teror yang marebak dan memunculkan gelombang kekhawatiran di tubuh masyarakat harus segera dihentikan. Dan salah satu caranya adalah dengan menanamkan kembali nilai paradigma yang tepat dan benar.
Dengan tumbuhnya pola pikir yang inklusiv dan toleran, kelahiran tafsir baru atas agama diharapkan mampu menyumbangkan angin sejuk yang tidak lagi memporak-porandakan tatanan keamana dan kedamaian yang sudah terbangun. Tafsir agama tidak dilakukan secara rigid dan literlet. Maka ketika interpretasi atas agama telah mensakralkan dirinya dan menutup kritik yang lahir karena perubahan situasi tempat dan zaman tertentu, maka pada saat inilah kepentingan manusia telah berada dibalik nama agama. Pada saat yang sama, agama akan menampilkan wajah sangar dan menjauhi fungsi hakikinya sebagai penyelamat umat manusia secara keseluruhan.
Rektor IAIN SA Surabaya, Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. yang berkenan membuka seminar tersebut menyatakan bahwa kegiatan seperti ini sangat penting bukan hanya bagi mahasiswa dan dosen IAIN SA, namun juga pada masyarakat secara luas. Sesuai dengan tema yang akan dibahas, perlu lebih disosialisasikan pemahaman bahwa kesatuan tidak menuntut keseragaman atau kesamaan. Bahkan, yang tidak sama atau seragam juga dapat menjadi satu kesatuan.
Selain seminar, kegiatan pagi itu didahului dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara IAIN SA dengan Simply Islam, sebuah organisasi di Singapura yang memperjuangan bagaimana cara menerapkan Islam dengan indah dan damai. Menurut Purek III, Prof. Dr. H. Saiful Anam, M.Ag., penandatanganan MoU tersebut ditujukan dalam rangka IAIN SA go internasional. "Dengan kerjasama ini, kita akan dapat bekerjasama dengan Simply Islam untuk mengadakan kegiatan tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Singapura dan negara-negara lain. Hal ini dalam rangka menjalankan misi Sunan Ampel go internasional", ujarnya ketika opening ceremonial, sebagaimana dilansir oleh situs resmi IAIN SA.
Akhirnya, apa yang telah diupayakan Arus Damai sejatinya merupakan langkah maju dalam rangka menegakkan nilai-nilai pluralitas dalam berbangsa dan bernegara. Sangat tepat dan cocok dengan grand tema yang diusungnya, Unity in Diversity. Pun juga dengan mottonya, Engaging Minds, Inspiring Hearts.
Itulah yang menjadi nalar dan narasi yang hendak dibangun oleh Arusdamai.Org sebagai promotor pelaksanaan International Islamic Youth Seminar bertema Unity in Diversity pada Senin (25/1) di gedung Self Access Center (SAC) IAIN Sunan Ampel (SA). Hadir pada seminar internasional ini Syaikh Faraz Rabbani yang menjadi pengajar di Razi Institute, Syaikh Sa'ad Al Attas dari Abu Zahra Foundation, dan Syaikh Ahmed Tijani Ben Omar dari Ghana. Dan terakhir adalah Zuhairi Misrawi alias Gus Mis, satu-satunya Nasa sumber yang dari Madura.
Arus Damai, sebagaimana disebutkan di situs resminya, memang memiliki misi menjalankan aktivitas pengembangan karakter generasi muda melalui seminar, workshop, pengajian keagamaan dan lain-lain demi melahirkan generasi muda yang mampu menjadi agent of change bagi penerapan nilai-nilai Islam yang menebarkan kasih sayang. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh gejala ekstrimisme dan kekerasan beragama di Indonesia yang telah menimbulkan keprihatinan bersama, yang kemudian menggerakkan Arus Damai untuk mengartikulasikan sebuah pemahaman Islam yang dinamis, pro aktif dan sesuai dengan dinamika generasi muda muslim.
Secara sederhana, seminar ini berusaha menjadi counter interpretation atas beragam insiden kekerasan atas nama agama yang marak terjadi belakangan ini. Agama, dalam konteks demikian, ditafsirkan dengan wajah yang garang dan menyeramkan. Agama tidak lagi menjadi penyejuk kedamaian, melainkan menjelma monster yang menghancurkan. Insiden teror yang marebak dan memunculkan gelombang kekhawatiran di tubuh masyarakat harus segera dihentikan. Dan salah satu caranya adalah dengan menanamkan kembali nilai paradigma yang tepat dan benar.
Dengan tumbuhnya pola pikir yang inklusiv dan toleran, kelahiran tafsir baru atas agama diharapkan mampu menyumbangkan angin sejuk yang tidak lagi memporak-porandakan tatanan keamana dan kedamaian yang sudah terbangun. Tafsir agama tidak dilakukan secara rigid dan literlet. Maka ketika interpretasi atas agama telah mensakralkan dirinya dan menutup kritik yang lahir karena perubahan situasi tempat dan zaman tertentu, maka pada saat inilah kepentingan manusia telah berada dibalik nama agama. Pada saat yang sama, agama akan menampilkan wajah sangar dan menjauhi fungsi hakikinya sebagai penyelamat umat manusia secara keseluruhan.
Rektor IAIN SA Surabaya, Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. yang berkenan membuka seminar tersebut menyatakan bahwa kegiatan seperti ini sangat penting bukan hanya bagi mahasiswa dan dosen IAIN SA, namun juga pada masyarakat secara luas. Sesuai dengan tema yang akan dibahas, perlu lebih disosialisasikan pemahaman bahwa kesatuan tidak menuntut keseragaman atau kesamaan. Bahkan, yang tidak sama atau seragam juga dapat menjadi satu kesatuan.
Selain seminar, kegiatan pagi itu didahului dengan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara IAIN SA dengan Simply Islam, sebuah organisasi di Singapura yang memperjuangan bagaimana cara menerapkan Islam dengan indah dan damai. Menurut Purek III, Prof. Dr. H. Saiful Anam, M.Ag., penandatanganan MoU tersebut ditujukan dalam rangka IAIN SA go internasional. "Dengan kerjasama ini, kita akan dapat bekerjasama dengan Simply Islam untuk mengadakan kegiatan tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Singapura dan negara-negara lain. Hal ini dalam rangka menjalankan misi Sunan Ampel go internasional", ujarnya ketika opening ceremonial, sebagaimana dilansir oleh situs resmi IAIN SA.
Akhirnya, apa yang telah diupayakan Arus Damai sejatinya merupakan langkah maju dalam rangka menegakkan nilai-nilai pluralitas dalam berbangsa dan bernegara. Sangat tepat dan cocok dengan grand tema yang diusungnya, Unity in Diversity. Pun juga dengan mottonya, Engaging Minds, Inspiring Hearts.
Post a Comment